Minggu, 09 Desember 2012

Fungsi dan Peranan TI dalam BK

Fungsi dan Peranan Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling


A.       Pengertian Teknologi Informasi           
1)      Teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan pemrosesan tertentu (Haag dan Keen, 1996).
2)      Teknologi informasi tidak hanya sebatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi (Martin, 1999).
3)      Teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Williams dan Sawyer, 2003).
Dari ketiga pengertian di atas, maka pengertian teknologi informasi dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi adalah gabungan antara teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh individu (brainware)

B.     Fungsi dan Peranan Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling
1.      Fungsi Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling
Teknologi informasi dalam bimbingan konseling memiliki beberapa fungsi, terutama komputer dan internet. Diantaranya:
1)      Mempermudah konselor dalam menyusun, mencari dan juga mengolah data.
2)      Menjaga kerahasiaan suatu data, karena dengan teknologi memungkinkan untuk menguncinya dan tidak sembarang orang dapat mengaksesnya.
3)      Membantu individu maupun kelompok untuk dapat berkomunikasi dengan lebih mudah dan relatif murah dalam pelaksanaan konseling.
4)      Memberikan kesempatan kepada individu untuk berkomunikasi lebih baik dengan menggunakan informasi yang mereka terima tanpa perlu bertemu secara fisik.
5)      Menjadikan teknologi informasi sebagai alat dalam suatu program kegiatan, sehingga kegiatan tersebut lebih teratur dan terstruktur.

2.      Peranan Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling
Seperti kita ketahui bahwa saat ini bimbingan konseling belum dikatakan materi, sehingga tidak semua sekolah di Indonesia memberikan jam yang cukup untuk materi bimbingan konseing ini, karena berbagai alasan. Dengan demikian apakah dengan tidak tersedianya waktu yang cukup peran guru bimbingan konseling akan berhasil? Siapapun pasti akan menjawab tidak. Dengan argumen apapun jika waktu yang tersedia tidak cukup atau tidak sesuai seperti yang diharapkan, maka jangan harap apa yang disampaikan bisa mengenai sasarannya. Oleh karena itu peranan teknologi informasi bisa menjawab kekurangan waktu tersebut. Aplikasi teknologi informasi dalam bimbingan konseling adalah memberikan informasi kepada klien tentang apa yang dibutuhkannya. Selain itu, sarana yang diberikan oleh teknologi informasi itu sendiri,  memungkinkan antar pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok lainnya dapat bertukar pikiran. Teknologi informasi pun dapat meningkatkan kinerja dan memungnkinkan berbagai kegiatan untuk dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja konselor itu sendiri.
Sebagai salah satu profesi yang memberikan layanan sosial atau layanan kemanusiaan maka secara sadar atau tidak keberadaan profesi bimbingan konseling berhadapan dengan perubahan realitas baik yang menyangkut perubahan-perubahan pemikiran, persepsi, demikian juga nilai-nilai. Perubahan yang terus menerus terjadi dalam kehidupan, mendorong konselor perlu mengembangkan pemahaman, dan penerapannya dalam perilaku serta keinginan untuk belajar, dengan diikuti kemampuan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan yang serupa. Layanan Bimbingan dan Konseling menjadi sangat penting karena langsung berhubungan langsung dengan siswa. Hubungan ini tentunya akan semakin berkembang pada hubungan siswa dengan siswa lain, guru dan karyawan, orang tua / keluarga, dan teman-teman lain di rumah. Selanjutnya bagaimana pengaruhnya dengan pembelajarannya di sekolah, sosialisasi dengan teman, saudara baik di sekolah dan di rumah. Dan tentu saja dengan prestasinya di bidang akademik dan non akademik.
Dukungan layanan ini dapat diperoleh dari tersedianya data yang akurat yang sepertinya untuk saat ini sangat tepat apabila data tersebut didapatkan dari system komputasi. Agar bisa bertahan dan diterima oleh masyarakat, maka bimbingan dan konseling harus dapat disajikan dalam bentuk yang efisien dan efektif yatiu dengan menggunakan ICT atau dengan kata lain harus melibatkan teknologi informasi, khususnya teknologi informasi dalam bimbingan dan konseling.
Penggunaan ICT dalam konseling mengarah pada pengembangan media konseling. Selain dapat dilakukan melalui tatap muka, konseling dapat dilakukan secara jarak jauh. Beberapa diantaranya sebagai berikut.
1. Konseling melalui telepon
2.  Konseling berbantuan komputer
3. Konseling melalui internet

Komputer merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam proses konseling. Penggunaan komputer (internet) dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan karir. Hal ini sangat memungkinkan, karena dengan membuka internet, maka siswa akan dapat melihat banyak informasi atau data yang dibutuhkan untuk menentukan pilihan studi lanjut atau pilihan karirnya.
Manfaat penggunaan komputer (internet) adalah:
1.      Pemanfaatan internet untuk survei, mencari data, informasi atau dokumen elektronik yang berharga..
2.       Pemakaian email .
3.       Proses konseling on-line

Fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan:
1.      Akan meningkatkan kreativitas, meningkatkan keingintahuan dan memberikan variasi pengajaran, sehingga kelas akan menjadi lebih menarik,
2.      Konselor akan memiliki pandangan yang baik dan bijaksana terhadap materi yang diberikan;
3.      Akan memunculkan respon yang positif terhadap penggunaan email;
4. Tidak akan menimbulkan kebosanan;

Selain penggunaan internet seperti yang telah diuraikan di atas, dapat dipergunakan pula software seperti microsoft power point. Software ini dapat membantu konselor dalam menyambaikan bahan bimbingan secara lebih interaktif. Konselor dituntut untuk dapat menyajikan bahan layanan dengan mempergunakan imajinasinya agar bahan layanannya tidak membosankan.
dalam program power point. Melalui fasilitas ini, konselor dapat pula memasukkan gambar-gambar di luar fasilitas power point, sehingga sasaran yang akan dicapai menjadi lebih optimal.
Media E-learning, adalah metode belajar mengajar baru yang menggunakan media jaringan komputer dan Internet, tersampaikannya bahan ajar (konten) melalui media elektronik, otomatis bentuk bahan ajar juga dalam bentuk elektronik (digital), dan adanya sistem dan aplikasi elektronik yang mendukung proses belajar mengajar.
BAB III
ANALISIS


A.     KELEBIHAN TI DALAM BK
         Pembelajaran dari mana dan kapan saja .
         Bertambahnya Interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru .
         Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas.
         Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi.

B.     KELEMAHAN TI DALAM BK.
1.      Konselor tidak dapat memastikan bahwa kliennya benar-benar seruis atau tidak
2.      Informasi yang diterima dan diberitakan sangat terbatas, komunikasi satu arah.
3.      Kegiatan konseling melalui teknologi informasi dapat menimbulkan jarak baik secara fisik maupun psikis diantara konselor dan  klien.
4.      Belum terdapat data-data, fakta atau informasi yang objektif dari klien, sehingga pemecahan masalah kurang jelas.
5.      Media yang digunakan kurang sesuai dengan apa yang dibutuhkan kliennya.
6.      Siswanya kurang menggunakan media yang disediakan kebanyakan langsung bertemu atau tatap muka


Cara Menjadi Konselor yang Profesional




 

Penguasaan Atending dalam Proses Konseling


Penguasaan Atending dalam Proses Konseling

Dalam upaya untuk melakukan konseling yang profesional maka diperlukan penguasaan atending yang menyangkut bahasa verbal dan non verbal dalam proses konseling. 
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.


Hambatan-hambatan diatas akan dapat dileiminir dengan baik ketika seorang konselor piawai dalam menata prilaku attending. Prilaku attending adalah suatu keterampilan menghampiri, menyapa, dan membuat klien agar betah dan mau berbicara dengan konselor. Atau dalam bahasa Dr. H. Juntika Nurihsan attending dipahami sebagai kehadiran secara psikologis, bukan hanya kehadiran secara fisik, tetapi kehadiran psikologis jauh lebih berpengaruh dalam menentukan intensitas komunikasi yang dibangun.   
Dalam prilaku attending tardapat suatu komponen penting yang harus diperhatikan, karena hal ini merupakan dasar utama dalam prilaku attending, yaitu bahasa non-verbal yang mencakup (kontak mata dan bahasa badan). Selain bahasa verbal tentunya.
Karena perilaku attending yang baik dapat :
1. Meningkatkan harga diri klien.
2. Menciptakan suasana yang aman
3. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik :
  • Kepala : melakukan anggukan jika setuju
  • Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
  • Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
  • Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
  • Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku attending yang tidak baik :
  • Kepala : kaku
  • Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
  • Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
  • Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
  • Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
Robert R. Carkhuff dalam The art of Helping, menegaskan bahwa terdapat  tiga tingkatan keterampilan attending “One way of structuring personal attending while sitting is to view ourselves in terms of the skills involved. Indeed, we may rate ourselves as follows according to our demonstration of the skills”.
·         High attending               :         Squared, eye contact, and leaning 20 degrees or more
·         Moderate attending    :       Squared, eye contact
·         Low attending                  :           Not squared, slouching

A.    Bahasa Non Verbal (nonverbal communication)
Bahasa tubuh atau sering disebut body language, ternyata menyumbang sebagian besar kesuksesan dalam komunikasi. Setidaknya keberhasilan sebuah komunikasi, 55% nya dipengaruhi oleh bahasa tubuh yang tepat. Kata-kata, yang menjadi andalan ternyata hanya menyumbang 7% dan 38% nya disumbangkan oleh intonasi atau nada bicara.

Mengingat begitu besarnya pengaruh bahasa tubuh terhadap keberhasilan sebuah komunikasi, maka disini akan dibahas bahasa tubuh seperti apa yang mampu mendongkrak komunikasi yang efektif. Kita singkat saja dengan akronim  S – O – F – T – E – N. Jika dirinci akan menjadi gabungan kata berikut:
Menjadi konselor yang efektif dalam sebuah percakapan tidak hanya dipengaruhi oleh baik buruknya kalimat dan pilihan kata yang digunakan. Ada hal yang lebih menentukan dan berdampak lebih besar dari hal tersebut, yaitu penggunaan bahasa tubuh yang baik dan empatik. Don Gabor dalam bukunya yang berjudul ”How to start a conversation and make friends” mengemukakan gagasannya mengenai penggunaan bahasa tubuh yang baik dengan istilah “SOFTEN”. Soften secara bahasa berarti melembutkan, berarti dengan menggunakan teknik-teknik yang disingkat dengan istilah ”SOFTEN” ini, membuat percakapan Anda menjadi lebih melembutkan. Teknik ”SOFTEN” ini adalah singkatan dari :
S = Smile
O = Open Arms
F = Forward Lean
T = Touch
E = Eye Contact
N = Nod

S = SMILE ( Senyum )
Senyum manis adalah indikasi yang kuat dari sikap ramah dan terbuka serta kesediaan untuk berkomunikasi. Senyum merupakan sinyal non verbal reseptif yang dikirimkan dengan harapan orang lain juga ikut tersenyum. Ketika kita tersenyum, memperlihatkan bahwa kita memperhatikan orang tersebut secara positif. Tersenyum tidak berarti harus memasang wajah dibuat-buat atau berpura-pura selalu gembira, akan tetapi ketika Anda melihat orang yang Anda kenal tersenyumlah. 

Dengan tersenyum kita memperlihatkan sikap terbuka untuk melakukan percakapan. Wajah manusia banyak sekali mengirimkan sinyal verbal dan non verbal. Jika dipadukan antara sinyal verbal yang baik dengan sinyal non verbal yang bersahabat maka kita akan terkejut dengan respon yang akan didapatkan. Padukanlah senyum yang ceria dengan kata-kata yang ramah, kemudian lihatlah respon apa yang kita dapatkan dari lawan bicara Anda.

Senyum tulus tidaklah bisa direkayasa. Mungkin kita bisa saja memaksakan untuk tersenyum meskipun suasana hati sedang tidak bahagia. Tapi yakinlah, kalau senyum yang keluar tidak semanis jika kita tersenyum karena dorongan suasana hati yang bahagia. Mungkin senyum yang keluar menunjukkan gerakan ujung bibir yang tidak simetris, sehingga lebih tampak mencibir daripada tersenyum. Atau senyum yang diiringi gerakan mata yang melirik sinis, tentu hasilnya bukanlah senyum yang menyenangkan bagi orang lain.

Dale Carnegie dalam bukunya yang terkenal, “Bagaimana mencari kawan dan mempengaruhi oranglain ” menceritakan:
“Wajah merupakan cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah yang ceria, penuh senyuman alami, senyum tulus adalah sebaik-baik sarana memperoleh teman dan kerja sama dengan pihak lain. Senyum lebih berharga dibanding sebuah pemberian yang dihadiahkan seorang pria. Dan lebih menarik dari lipstik dan bedak yang menempel di wajah seorang wanita. Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan yang murni.”
Carnegie menambahkan, “Ingatlah, bahwa senyum tidak membutuhkan biaya sedikitpun, akan tetapi membawa dampak yang luar biasa. Tidak akan menjadi miskin orang yang memberinya, justeru akan menambah kaya bagi orang yang mendapatkannya. Senyum juga tidak memerlukan waktu yang bertele-tele, namun membekas kekal dalam ingatan sampai akhir hayat. Tidak ada seorang fakir yang tidak memilikinya, dan tidak ada seorang kaya pun yang tidak membutuhkannya.”

O = OPEN ARMS ( Tangan Terbuka )
 Gerakan tangan terbuka menunjukkan adanya sebuah penerimaan sosal. Sedangkan sebaliknya gerakan tangan menyilang membuat kita tampak tertutup untuk melakukan pembicaraan maupun untuk melakukan interaksi lainnya. Baik itu dilakukan dalam kondisi duduk maupun dalam kondisi berdiri. Apalagi jika ditambah dengan gerakan tangan menutup mulut, akan mengesankan menjadi seorang yang sedang berpikir keras, dan seperti melemparkan pesan “jangan ganggu saya”. Bayangkan jika kita bertemu dengannya, apakah kita mau berbincang dengan mereka yang berarti kita menyela keseriusannya dalam berpikir keras ?
 
F = FORWARD LEAN ( Condongkan Badan Ke Depan )
 Mencondongkan badan kedepan menunjukkan ketertarikan kepada pembicaraan yang sedang dilakukan sedangkan sebaliknya seseorang yang mencondongkan badannya ke belakang menunjukkan ia tidak tertarik dengan pembicaraan yang dilakukan. Seseorang yang mendapati lawan bicaranya melakukan gerakan condong kedepan biasanya akan lebih merasa dihormati. Jauh lebih baik untuk melakukan gerakan condong ke depan secara rileks dan alami. Dengan begitu berarti kita sedang mengatakan : “Saya tertarik mendengar pembicaraan Anda, saya mendengarkannya dengan seksama dan saya akan terus mendengarkan pembicaraan Anda sampai selesai”. Catatan penting yang harus diperhatikan adalah berhati-hatilah dengan ruang pribadi lawan bicara. Posisi yang terlalu dekat juga seringkali membuat seseorang tidak nyaman dalam berbicara, pastikan kita berada pada posisi jarak yang tepat.

T = TOUCH ( Sentuhan )
Berjabatan tangan adalah salah satu teknik yang baik dalam membangun sebuah percakapan yang menarik. Jadilah orang pertama yang mengulurkan tangan untuk saling berjabatan, maka kita akan membuat percakapan menjadi lebih menarik. Sertailah uluran tangan ini dengan memberikan salam yang ramah, tersenyum manis, dan menyebutkan nama, maka itu berarti kita telah memecahkan batu karang penghambat komunikasi dan membuka saluran komunikasi dengannya menjadi semakin lancar. Penting pula untuk mengakhiri percakapan dengan berjabatan tangan yang hangat dan bersahabat, dalam situasi helping relationship maupun sosial. Sertailah dengan senyuman ceria dan pernyataan bersahabat. Itulah yang akan menjadi kesan yang tak terlupakan dalam pembicaraan kita.
E = EYE CONTACT ( Kontak Mata )
Pengaruh yang paling kuat dari gerak tubuh adalah pengaruh yang dikirmkan melalui gerakan mata. Kontak mata langsung memperlihatkan bahwa kita benar-benar ingin mendengarkan apa yang akan dan sedang disampaikannya. Sertai kontak mata dengan senyuman yang tulus, karena itu dapat menghindarkan dari kesan “power struggle”. Kontak mata perlu diperhatikan sisi intensitasnya. Tatapan mata terlalu sering bisa mengakibatkan lawan bicara kita merasa tidak nyaman dan menimbulkan kecurigaan terhadap maksud dan tujuan Anda. Jika kita merasa kesulitan untuk menjaga kontak mata, cobalah saran berikut ini. Mulailah dengan kontak mata secara singkat, mungkin hanya beberapa detik, dan jangan lupa sertai dengan senyuman yang ramah dan tulus. Kemudian boleh beberapa saat mengalihkan pandangan ke arah lain, namun setelah beberapa saat kembalilah menatap kembali lawan bicara persis pada kedua matanya. Satu hal yang perlu diingat, buatlah senyaman mungkin, dan pembicaraan akan mengalir dengan mudah dan menyenangkan.

N = NOD ( Anggukan Kepala )
Anggukan kepala menunjukkan kita memahami dan mendengarkan apa yang sedang disampaikan. Anggukan juga biasanya menunjukkan persetujuan sehingga mendorong lawan bicara untuk tetap nyaman dalam menyampaikan pesan-pesan yang sedang dibicarakannya. Anggukan kepala disertai dengan senyuman yang ramah juga dapat digunakan untuk menyapa orang lain yang anda temui, karena anggukan itu seperti bahasa tubuh pelembut lainnya mengirimkan pesan yang sama yaitu, ”Saya akan dengan senang hati berkomunikasi dengan Anda”.

Satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahasa tubuh tidak untuk menggantikan bahasa verbal yang Anda gunakan. Jika kita hanya menggunakan bahasa tubuh saja untuk berkomunikasi maka akan banyak menemukan kekeliruan dalam berkomunikasi. Komunikasi secara menyeluruh adalah gabungan dari bahasa verbal, nada suara dan bahasa tubuh. Menggunakan ketiganya secara harmonis akan menghasilkan suatu hal yang luar biasa, yaitu keajaiban komunikasi.

B.     Bahasa Verbal (verbal communication)
Komunikasi verbal (verbal communication) merupakan salah satu bentuk komunikasi yang disampaikan kepada pihak lain melalui tulisan (written) dan lisan (oral). Tanpa komunikasi verbal, komunikasi non verbal yang kaya makna akan menjadi sesuatu yang ambigu dan akan mengakibatkan salah penafsiran. Dengan demikian prilaku attending yang dasar utamanya adalah aktivitas non verbal harus dibalut dengan kelokan komunikasi lisan, sebuah sinergi yang ampuh dalam kemantapan helping relationship maupun komunikasi sosial lainnya.   
Dalam menata komunikasi lisan ini, Aribowo Prijosaksono dan Ping Hartono dalam buku Make Yourself A Leader yang menulis Lima Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laes of Effective Communication). Lima hukum ini dikembangkan dan dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi, yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Pada dasarnya komunikasi adalah upaya kita untuk meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.
Hukum #1: Respect
Rasa hormat dan saling menghargai (respect) merupakan hukum pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Kita harus ingat bahwa manusia selalu ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita harus mengkritik atau memarahi seseorang, kita bisa melakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
Menurut Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai. Sifat ini merupakan rasa lapar manusia yang harus dipenuhi (bukan harapan atau keinginan yang bisa ditunda). Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.
Hukum #2: Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasarat utama dalam memiliki sifat empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.
Secara khusus Covey menempatkan kemampuan mendengarkan sebagai salah satu dari tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif. Covey mnyebutnya sebagai komunkasi empatik, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti. Kita perlu memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu untuk dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan dalam membangun sinergi dengfan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk menyampaikan pesan (message). Cara dan sikap empati juga akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerima pesan yang kita sampaikan.
Dalam komunikasi untuk membangun kerjasama tim, rasa empati sangat memegang peranan. Dengan empati kita bisa memahami perilaku anggota tim kita, seperti kebutuhan, keinginan, minat, harapan, dan kesenangan mereka. Rasa empati akan menimbulkan respek. Rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork.

Dalam membangun komunikasi dengan empati, kita harus mempunyai kemampuan untuk mendengar dan siap menerima masukan apa pun dengan sikap positif. Banyak di antara kita yang tidak mau mendengarkan saran, apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan.
Hukum #3: Audible
Pesan yang kita sampaikan harus audible, artinya pesan dapat diterima dan dimengerti oleh penerima pesan dengan baik. Dari sisi kebulatan berbicara menjadi penting sehingga pesan bisa diterima dan mudah ditangkap/cerna.
Hukum #4: Clarity
Hukum keempat dalam membangun komunikasi yang efektif adalah pesan yang kita sampaikan harus jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berlainan. Pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap transparan sehingga dapat menimbulkan rasa percaya dari penerima pesan atau anggota tim kita. Keterbukaan akan mencegah timbulnya sikap saling curiga yang akan menurunkan semangat dan antusisme tim kita.
Hukum #5: Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama, yaitu respect. Untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati adalah sikap yang penuh melayani, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong, tidak memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika kita membangun komunikasi berdasarkan pada lima hukum pokokkomunikasi yang efektif ini, kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal yang dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain dengan penuh penghargaan (respect), karena hal inilah yang dapat membangunhubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.
REFERENSI

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Carkhuff, R. Robert. 1985.  The art of Helping. Human Resource Development Press.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York : McMillan Publishing.
Gerlald Corey. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E. Koswara), Bandung    :    Refika
Moh. Surya. 2009. Psikologi Konseling. Maestro. Bandung
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfab

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK PRA SEKOLAH



PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
UNTUK PRA SEKOLAH

Pengertian Bimbingan dan Konseling pada Anak Usia Dini
Menurut Crow and Crow (M. Surya, 1988:45) bimbingan diartikan sebagai bantuan yang diberikan seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya, mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri.
Ditinjau dari sudut orang tua kegiatan bimbingan dan konseling pada anak usia dini dilakukan untuk:
a.       Membantu orang tua agar mengerti, memahami dan menerima anak sebagai individu,
b.      Membantu orang tua dalam mengatasi gangguan emosi pada anak yang ada hubungannya dengan situasi keluarga dirumah,
c.       Membantu orang tua mengambil keputusan dalam memilih sekolah bagi anaknya sesuai dengan taraf kemampuan kecerdasan, fisik dan indranya.
d.      Memberikan informasi kepada orang tua untuk memecahkan masalah kesehatan anak.

Fungsi Bimbingan dan Konseling untuk Anak Usia Dini
a.       Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yaitu usaha bimbingan yang dilakukan guru atau pendamping untuk menghasilkan pemahaman yang menyeluruh tentang aspek-aspek sebagai berikut:
1)      Pemahaman diri anak didik terutama oleh orang tua dan guru,
2)      Hambatan atau masalah yang dihadapi anak,
3)      Lingkungan anak yang mencakup keluarga dan tempat belajar,
4)      Lingkungan yang lebih luas diluar rumah dan diluar tempat belajar,
5)      Cara-cara penyesuaian dan pengembangan diri.

b.      Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan yaitu usaha bimbingan yang menghasilkan tercegahnya anak dari berbagai permasalahan yang dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan.
c.       Fungsi perbaikan
Fungsi perbaikan adalah usaha bimbingan yang menghasilkan terpecahnya berbagai permasalahan yang dialami oleh anak didik.
d.      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Yaitu usaha bimbingan yang menghasilkan terpeliharanya dan berkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif anak didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

Ruang lingkup bimbingan untuk Anak Usia Dini
a.       Bimbingan Pribadi dan Sosial
Bimbingan ini dapat membantu anak dalam memecahkan masalah-masalah pribadi sosial.
b.      Bimbingan Belajar
Tujuan dan tugas pengembangan pendidikan melalui kegiatan bermain sambil belajar yang mencakup pengembangan kemampuan dasar dan pembentukan perilaku.
c.       Bimbingan karir
Bimbingan yang membantu anak dalam perencanaan, pengembangan dan pemecahan masalah-masalah karir, seperti pemahaman terhadap jabatan dan tugas-tugas kerja, pemahaman kondisi dan kemampuan diri, pemahaman kondisi lingkungan, perencanaan dan pengembangan karir, penyesuaian pekerjaan, dan pemecahan masalah-masalah karir yang dihadapi secara sederhana.




Ciri Bimbingan dan Konseling Untuk Anak Usia Dini
Menurut Syaodih, E(2004) ada beberapa ciri bimbingan dan konseling bagi anak usia dini yang dapat dijadikan rujukan bagi guru atau pendamping, yaitu:
1.      Proses Bimbingan dan Konseling Harus Disesuaikan dengan Pola Pikir dan Pemahaman Anak
Pelaksanaan bimbingan dan konseling bagi anak usia dini relatif cukup sulit untuk dilaksanakan. Kondisi ini terjadi bukan disebabkan karna berbedanya langkah-langkah bimbingan, tetapi lebih disebabkan oleh perbedaan karakteristik anak yang dibimbing.
2.      Pelaksanaan Bimbingan Terintegrasi Dengan Pembelajaran
Pelaksanaan bimbingan konseling dilaksanakan secara bersama-sama dengan pelakasanaan pembelajaran, artinya guru atau pendamping pada saat akan merencanakan kegiatan pembelajaran harus juga memikirkan bagaimana perencanaan bimbingannya.
3.      Waktu pelaksanaan bimbingan sangat terbatas
Interaksi guru atau pendamping dengan anak relatif tidak lama, rata-rata pertemuan dalam sehari hanya 2,5-3 jam.  
4.      Pelaksanaan bimbingan dilaksanakan dalam nuansa bermain
Bermain merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dunia anak dan bahkan dapat dikatakan tiada hari tanpa bermain. Bermain bagi anak merupakan suatu aktivitas tersendiri yang sangat menyenangkan yang mungkin tidak bisa dirasakan atau dibayangkan oleh orang dewasa.
5.      Adanya keterlibatan teman sebaya
Keterlibatan teman sebaya perlu dipertimbangkan guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling karena melalui teman sebaya upaya mengatasi masalah khuisusnya masalah sosial emosi dapat dipandang sebagai cara yang tepat untuk mengatasi masalah yang dialami anak.



6.      Adanya keterlibatan orang tua
Ketika anak sedang belajar di PAUD guru atau pendamping berperan sebagai penganti orang tua. Mengingat permasalahan yang dihadapi anak maka peran orang tua dalam membantu tumbuh kembang anak merupakan suatu hal yang sangat penting.
7.      Ruang Lingkup Layanan Bimbingan
Bimbingan bagi anak usia dini terdiri atas 5 bentuk layanan, yaitu :
a)      Layanan pengumpulan data
Layanan pengumpulan data dimaksudkan untuk menjaring informasi-informasi yang diperlukan guru atau pendamping anak usia dini dalam memahami karakteristik, kemampuan dan permasalahan yang mungkin dialami anak.
b)      Layanan informasi
Layanan informasi dimaksudkan untuk memberikan wawasan dan pemahaman baik untuk anak maupun bagi orang tua. Untuk anak usia dini yang relatif masih usia muda, masih sangat sedikit informasi atau pengetahuan yang diketahui dan dipahami anak.
c)      Layanan Konseling
Proses konseling pada anak usia dini berbeda dengan konseling yang dilakukan pada remaja atau orang dewasa. Layanan konseling dilakukan dengan mengikuti beberapa langkah seperti yang diungkapkan dalam uraian terdahulu yaitu melakukan :
(1) Identifikasi masalah
(2) Diagnosis
(3) Prognosis
(4) Treatment, dan
(5) Evaluasi tindak lanjut
d)     Layanan penempatan
Layanan penempatan, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan anak memperoleh penempatan yang tepat sesuai dengan kondisi dan potensinya.
e)      Layanan evaluasi dan tindak lanjut
Layanan evaluasi dan tindak lanjut merupakan layanan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penanganan yang telah dilakukan guru atau pendamping.

Syarat-Syarat Program Layanan
Menurut Syaodih (2004) dalam menyusun suatu program bimbingan dan konseling pada anak usia dini, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu :
1.      Prinsip dasar bimbingan dan konseling anak usia dini
Pelaksanaan bimbingan konseling pada anaka usia dini tidak mengunakan waktu dan ruang tersendiri seperti halnya bimbingan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Nuansa bermain menjadi bagian dari pelaksanaan bimbingan karena dunia anak adalah dunia bermain.
  1. Esensi bimbingan dan konseling
Dalam pelakasanaannya, bimbingan juga diarahkan untuk membantu orang tua agar memiliki pemahaman dan motivasi untuk turut mengembangkan kemampuan anak karena kelekatan anak usia dini terhadap orang tua relative masih tinggi.
  1. Orientasi bimbingan dan konseling
Masa ini sering disebut sebagai masa “Golden Age” atau masa keemasan karena pada masa ini anak sangat peka untuk mendapatkan rangsangan-rangsangan.
  1. Konsep yang mendasari pelaksanaan bimbingan dan konseling
Pelaksanaan bimbingan konseling pada anak usia dini pada dasarnya berangkat dari pemahaman tentang pengembangan anak bahwa setiap anak memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda-beda.
  1. Bentuk layanan bimbingan dan konseling
Istilah bentuk layanan bimbingan menunjuk pada jumlah anak pada saat guru atau pendamping melakukan bimbingan. Bentuk layanan bimbingan dapat dilakukan secara individual atau kelompok.

  1. Setting layanan bimbingan konseling
Pada anak usia dini dapat menggunakan seting individual, kelompok dan klasikal. Setting ini digunakan sangat tergantung dari kebutuhan layanan bimbingan.
2.      Penyusunan Program
Menurut Miller (Rochman Natawidjaja, 1998) program bimbingan yang baik, yaitu program yang apabila dilaksanakan akan efesien dan efektif. Program tersebut memiliki ciri, seperti :
  1. Program itu disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata dari para siswa disekolah yang bersangkutan
  2. Kegiatan bimbingan diatur menurut skala prioritas yang juga ditentukan berdasarkan kebutuhan siswa dan kemampuan petugas
  3. Program dikembangkan berangsur-angsur, dengan melibatkan semua tenaga pendukung disekolah dalam merencanakannya
  4. Program itu memiliki tujuan yang ideal, tetapi realistis dalam pelaksanaanya.
  5. Program itu mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan diantara semua anggota staf pelaksanaannya
  6. Menyediakan fasilitas yang diperlukan
  7. Penyusunannya disesuaikan dengan program pendidikan di lingkungan di sekolah yang bersangkutan
  8. Memberikan kemungkinan pelayanaan kepada semua siswa
  9. Memperlihatkan peran yang penting dalam menghubungkan dan memadukan sekolah dengan masyarakat
  10. Berlangsung sejalan dengan proses penilaian diri baik mengenai program itu sendiri maupun kemajuann dari siswa yang dibimbing serta mengenai kemajuan pengetahuan, keterampilan dan sikap para petugas pelaksanaannya
  11. Program itu menjamin keseimbangan dan kesinambungan pelayanan bimbingan.

3.      Pelaksanaan Program
Pelaksanaan program dibagi dua bahasan, yaitu :
  1. Pelaksanaan bimbingan dan konseling yang berorientasi kepada semua anak.
  2. Pelaksanaan bimbingan dan konseling yang berorientasi kepada masalah yang dihadapi anak.

Masalah-Masalah Bimbingan dan Konseling Pendidikan
Menurut Bomo Walgito dalam bukunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah, terdapat hanyak aspek yang menjadi cakupan bimbingan dan konseling pendidikan atau sekolah. Di antara berbagai cakupan tersebut, antara lain: hubungan antara anak didik dengan sekolah, hubungan antara anak didik dengan keluarga, hubungan antara anak didik dengan lingkungannya, hubungan antara anak didik dengan masa depannya, hubungan antara anak didik dengan aktivitas untuk mcngisi waktu luangnya, hubunr.m antaru anak didik dengan uang saku dan pekcrjuannva, hubungan antara anak didik dengan nilai moral dan agama, dan hubungan antara anak didik dengan pribadinya sendiri.

a.      Hubungan Antara Anak Didik dengan sekolah
Berbagai bentuk permasalahan yang sering muncul adalah amukan atau kemarahan anak-anak didik yang tidak naik kelas dengan merusak berbagai fasilitas belajar, kebencian anak didik terhadap guru tertentu, munculnya geng-geng peserta didik yang suka tawuran antarpelajar, rendahnya prestasi akademik, dan bentuk-bentuk permasalahan lain yang sejenis.
Oleh karena itu, guru BK di sekolah perlu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, diantaranya adalah petugas keamanan atau Satpam, OSIS, guru agama dan lain sebagainya. Guru BK harus  mampu menjadi pelopor gerakan aanak didik bangga dengan sekolahnya.




b.      Hubungan Antara Anak Didik dengan Lingkungannya
Nah, hubungan anak didik dengan keluarganya tidak bisa diabaikan dalam iklim pendidikan yang harmonis di sekolah. Sebab, sering kali anak-anak yang bermasalah di keluarga atau di rumahnya akan dibawa ketika masuk sekolah. Akibatnya, mereka tidak bisa konsentrasi dalam belajar, hingga prestasi belajarnya menurun drastis.
Dalam hal ini fungsi bimbingan dan konseling di sekolah menguatkan hubungan antara anaik didik dari kedua orang tuanya. Caranya bisa melalui berbagai media, di antaranya dengan menyelenggatakan pertemuan antara pihak sekolah dan orang tua atau wali murid dalam satu bulan sekali. Dalam pertemuan tersebut hendaknya ada tukar informasi antara orang tua dan sekolah. Isinya, berupa keluh kesah atas, perilaku anak di rumah maupun di sekolah. Di samping keluh kesah, juga harus dikemukakan capaian-capaian anak didik di sekolah maupun di rumah.

c.       Permasalahan antara anak didik dengan lingkungannya
Permasalahan-permasalahan yang biasanya dialami oleh anak didik adalah ketcrasingan dia dengan lingkungan sosialnya. Keterasingan ini akan berakibat pada perilaku bermasalah, seperti pemalu, minder, pendiam, lemah mental, dan perilaku-perilaku menyimpang yang lain.
Tugas guru BK sebagai konselor keluarganya menanamkan nilai-nilai etika lingkungan universal yang biasanya bersumber dari adat, tradisi, budaya dan agama setempat. Dengan demikian, setuju atas tidaknya anak didik terhadap lingkungannya mempunyai dasar dan pijakan yang kuat diri nilai-nilai tersebut. Sehingga, alasannya untuk tidak setuju bisa dipertunggungjawabkan demikian pula sebaliknya.

d.      Hubungan Antara Anak Didik dengan Masa Depannya
Banyak di antara anak didik yang gelisah dan cemas memikirkan masa depan pendidikannya. Kecemasan dan kekhawatiran ini mencakup dua hal berkaitan dengan sekolah mana yang bisa menjanjikan masa depannya, dan jurusan atau pilihan program studi apa yang mempunyai prospek karier lebih cemerlang.
Tugas guru BK sebagai konselor atas anak didiknya harus dapat memberi pencerahan kepada mereka agar mempersiapkan diri menghadapi tantangan masa depannya dengan lebih baik. Di samping memotivasi agar mereka belajar keras dan siap memenangkan kompetisi memperebutkan kursi di sekolah-sekolah unggulan di atasnya, guru BK juga harus melakukan penelusuran bakat, minat, dan kompctensi anak didiknya. Dengar penelusuran bakat, minat, dan kompetensi ini, diharapkan guru BK mampu mengarahkan jurusan atau program studi yang cocok dan tepat untuk setiap anak didiknya.

e.       Hubungan  antara anak didik dengan aktivitas untuk mengisi waktu luangnya
Anak-anak yang menghabiskan waktu luangnya untuk bermain seharian dan melupakan tugas sekolah akan menurun prestasi akademiknya, di samping jenis-jenis permainan yang diperankannya belum mengandung nilai edukatif yang baik. Demikian pula dengan anak-anak yang mengisi waktunya untuk belajar sepanjang waktu. Akibatnya, anak kehilangan masa bahagianya dengan segenap ekspresi spontan yang murni dan polos. Dampak lebih jauh dari tekanan ini akan membuat anak tersiksa emosinya, sehingga menderita luka batin yang berkepanjangan.
Sebab, hanya melalui bimbingan dan konseling, motivasi anak didik untuk memanfaatkan waktu luang dengan sebaik-baiknya dapat dibangkitkan. Melalui bimbingan dan konseling anak didik akan mengerti tentang  manajemen waktu; kapan ia harus bermain dan kapan ia harus menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Bahkan, anak didik juga akan tahu bagaimana menyelesaikan tugas-tugas sekolah secara kelompok sambil bermain dengan teman-teman kelompoknya. Lebih dari itu, melalui bimbingan dan konseling diharapkan guru BK selaku konselor dapat mendorong anak didiknya untuk mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya.

f.       Hubungan Antara Anak Didik dengan Uang Saku dan Pekerjaannya
Jika anak didik diberi uang sakucukup, maka masalah yang sering timbul adalah penggunaannya yang seringkali tidak tepat, seperti membeli makanan kecil yang banyak mengandung bahan pengawet dan tidak ada gizinya, atau membeli benda mainan yang tidak ada  nilai edukatifnya, seperti kartu naruto dan sejenisnya. Bahkan, tidak sedikit anak-anak yang sudah mulai "taruhan" atau judi. Dari penggunaan uang saku yaitu kurang tepat tersebut, di samping ancaman kesehatan fisiknya, juga bcrakibat pada perilaku yang meyimpang.
Jika anak didik tidak dibekali uang saku ketika berangkat sekolah, akibat yang clitimbulkannya tidak kalah buruknya. Anak bisa mcnjadi minder ketika teman-temannya jajan. la merasa malu ketika teman-temannya mengajak jajan bersama, sementara dirinya tidak mempunyai uang. Anak cenderung mengasingkan diri dari lingkungan sekolah dan teman-temannya.
Sedangkan penyimpangan terhadap perilaku anak-anak akibat dari pekerjaannya adalah kehilangan masa bahagia dengan segenap permainannya.
Nah, selayaknya bimbingan dan konseling di sekolah harus memberi pelajaran agar anak-anak berkenan menyisihkan sebagian uang sakunya untuk ditabung. Di samping itu, perlu arahan untuk membeli berbagai makanan dan permainan yang bermanfaat  bagi perkembangan fisik dan psikisnya.
Sedangkan mengenai pekerjaan anak didik dalam membantu orang tua, hendaknya dahun proses bimbingan dan konseling guru BK berkomunikasi secara intens dengan wali murid agar memberikan hak-hak anaknya untuk bermain secukupnya, di samping memberikan kesempatan yang proporsional untukx membantu pekerjaan orang tua.

g.      Hubungan Antara Anak Didik dcngan Nilai Moral dan Agama
Pendek kata, anak yang mengalami permasalahan dalam hubungannya dengan agama yang dipeluknya akan memandang agama sebagai belenggu kebebasan geraknya. Sehingga, anak-anak cenderung mcnjauh dari agama. Dan, hal ini sama artinya dengan ia menjauhi nilai-nilai moral universal dalam kehidupan-nya.
Dalam hal ini bimbingan dan konseling di sekolah berfungsi mengembalikan hubungan yang baik antara anak didik dan agama yang dipeluknya. Perlu ditekankan bahwa konselor (guru BK) tidak boleh mempengaruhi, apalagi memaksakan keyakinan atau agama tercentu kepada kliennya atau anak didiknya.
Tugas konseling tidak lebih dan  tidak kurang mengembalikan hubungan yang baik antara klien (anak didik) dengan agama yang dipeluknva. Hal ini memungkinkan bahwa guru BK berbeda aliran kepercayaan dengan klien atau anak didiknya. Tetapi, fungsi profesionalisme konseling tidak boleh ditinggalkan, mengingat bimbingan dan konseling di sekolah adalah upaya pertolongan dan pemberi bantuan kepada anak didiknya.

h.      Hubungan Antara Anak Didik dengan Pribadinya Sendiri
Hubungan antara anak didik dengan pribadinya sendiri adalah hubungan seseorang dengan pergulatan batiniah berupa emosi, kehendak, dan nafsu yang ada di dalam diri anak tersebut. Sebagaimana telah disinggung bahwa banyak anak-anak yang mengalami kesulitan dalam memenangkan pergulatan dengan diri sendiri.
Dalam kondisi yang demikian, bimbingan dan konseling di sekolah menjadi harapan satu-satunya untuk membekali anak didik berperang mclawan dan menaklukkan dirinya sendiri. Bimbingan dan konseling bagaikan senjata ampuh bagi anak didik untuk membabat habis segala macam kehendak negatif atau nafsu yang mengajak pada kegagalan dan kehancuran.    
Atas dasar ini konselor (guru BK) harus bisa mengem balikan kepercayaan diri anak didik, sehingga mampu mengalahkan dirinya sendiri dan memenangkan  pertarungan melawan kegagalan tersebut. Tanpa upaya ini, niscaya anak didik akan tetap terpuruk dalam kekalahan dan kegagalan.



i.        Hubungan Antara Anak Didik dengan Tuhannya
Hubungan antara anak didik dengan Tuhannya adalah hubungan intim yang bersifat ruhaniah atau spiritualitas. Dalam hal ini anak didik dipersepsikan telah mempunyai konsep dan keyakinan tcrhadap kekuasaan Tuhan. Mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk menaati semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Nah, fungsi bimbingan dan konseling adal mengembalikan hubungan yang baik antara anak die dengan Tuhannya secara proporsional. Pada taha tahap tertentu, konselor (guru BK) dituntut untuk mampu membuktikan bahwa apa pun yang terjadi dalam diri seseorang adalah buah dari perilaku sendiri, sementara Tuhan scbatas memberikan legitimasi semata. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka semua disebabkan oleh kelalaian orang itu sendiri.
Tuhan sama sekali tidak bermaksud untu mencelakai, apalagi mencederai hamba-Nya yang telah berusaha semaksimal mungkin dengan kegagalan dan kehancuran. Tetapi, sifat Maha Adil Allah dan Pengasih serta Penyayang-Nya akan mernberi balasan atai ganjaran sesuai dengan amal yang dilakukan olel hamba yang bersangkutan.

Berlatih Merancang Program Bimbingan Dan Konseling Pada Pra Sekolah TK (PAUD)
Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) seperti berikut :
  1. Tahap Persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk menginventarisasi tujuan, kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program  bimbingan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan langkah awal pelaksanaan program.
  2. Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin sekolah. Tujuan pertemuan ini untuk menyamakan pemikiran tentang perlunya program bimbingan serta merumuskan arah program yang akan disusun.
  3. Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan. Panitia  ini bertugas merumuskan tujuan program bimbingan yang akan disusun, mempersiapkan bagan organisasi dari program tersebut, dan membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
  4. Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem pencatatan, dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Melalui empat langkah tersebut diharapkan program bimbingan itu dapat diwujudkan dengan baik.
          Di samping rumusan tentang langkah-langkah penyusunan program bimbingan sebagaimana dikemukakan itu, berikut ini dapat pula disajikan langkah-langkah penyusunan program bimbingan yang urutannya cukup sederhana, yaitu :
  1. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutauhan sekolah terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan bimbingan. Pada kegiatan ini dapat dilakukan pertemuan-pertemuan dengan personel sekolah lainnya guna mendapatkan masukan (input) mengenai berbagai hal yang perlu ditangani oleh konselor.
  2. Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan urutan prioritas kegiatan yang akan dilakukan, dan sekaligus menyusun konsep program bimbingan yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kegiatan ini juga ditentukan personalia yang akan melaksanakan program kegiatan itu serta sasaran dari program tersebut.
  3. Konsep program bimbingan dibahas bersama kepala sekolah bila perlu dengan mengundang personel sekolah untuk memperoleh balikan guna penyempurnaan program tersebut.
  4. Penyempurnaan konsep program yang telah dibahas bersama kepala sekolah.
  5. Pelaksanaan program yang telah direncanakan.
  6. Setelah program dilaksanakan, perlu diadakan evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bilamana ada bagian-bagian yang tidak terlaksana dan seterusnya dicari faktor penyebabnya.
  7. Dari hasil evaluasi program tersebut kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk program berikutnya.
Demikian seterusnya, sehingga terwujudlah program bimbingan yang lebih sempurna. Terciptanya program bimbingan yang baik telah merupakan sebagian dari keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Winkell (1991) memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, yaitu :
1.        Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu, seperti yang telah dirumuskan. Tujuan pendidikan di Sekolah dasar jelas berbeda dengan tujuan pendidikan di Sekolah menengah pertama, dan seterusnya.
2.        Menyusun tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap-tahap perkembangan tertentu.
3.        Menyusun pola dasar yang dipedomani dalam memberikan layanan.
4.        Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan
5.        Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan seperti bimbingan kelompok atau bimbingan individual, bimbingan akademik atau bimbingan karier, dan sebagainya.
6.        Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan misalnya konselor, guru, atau tenaga ahli lainnya.
Berdasarkan rambu-rambu tersebut program bimbingan untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya. Selain itu, program bimbingan hendaknya disesuaikan dengan keadaan individu yang akan dilayani.
 Taman kanak-kanak sebenarnya belum termasuk jenjang pendidikan formal dan lebih dikenal dengan pendidikan pra sekolah. Pendidikan formal terendah adalah sekolah dasar (SD). Meskipun demikian menurut Winkel (1991) tenaga- tenaga pendidikan ditaman kanakkanak juga dituntut untuk memberikan layanan bimbingan.
 Hal ini, dikuatkan dalam pedoman bimbingan dan penyuluhan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1980 Buku III C, dalam rangka pelaksanaan kurikulum Taman Kanak-Kanak 1976.
 Pelayanan bimbingan dan konseling di Taman kanak-kanak, hendaknya ditekankan pada :
·         Bimbingan yang berkaitan dengan kemandirian dan keharmonisan dalam menjalin hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya.
·         Bimbingan pribadi, seperti pemupukan disiplin diri dan memahami perintah.
Disamping itu, layanan bimbingan untuk anak taman kanak-kanak perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti pemberian kasih sayang dan perasaan aman.